JAKARTA - Transformasi bisnis PT Blue Bird Tbk (BIRD) kini semakin terlihat nyata. Tidak lagi hanya mengandalkan lini bisnis taksi konvensional yang telah menjadi ikon transportasi darat selama puluhan tahun, perusahaan mulai memperkuat langkah ekspansi ke segmen non-taksi.
Strategi ini bukan sekadar upaya diversifikasi, melainkan cara untuk membuka peluang pertumbuhan baru yang lebih menjanjikan, dengan margin keuntungan lebih tinggi.
Dalam riset terbaru yang dirilis, Samuel Sekuritas memperkirakan pendapatan dari segmen non-taksi Blue Bird akan melonjak hingga 29,9 persen secara tahunan (year-on-year/YoY), mencapai Rp1,99 triliun pada 2025. Angka itu mencerminkan kontribusi sekitar 32 persen dari total pendapatan perseroan.
Ekspansi Non-Taksi Jadi Andalan Baru
Pertumbuhan pesat di segmen non-taksi akan ditopang oleh ekspansi layanan penyewaan mobil dan penambahan armada kendaraan listrik.
Blue Bird berencana menambah 300 unit kendaraan listrik untuk menyasar segmen menengah ke atas, sekaligus memperkuat posisi sebagai pelaku transportasi ramah lingkungan.
Tidak hanya itu, peningkatan kontribusi layanan shuttle premium Cititrans juga akan menjadi faktor utama dalam mendongkrak kinerja segmen non-taksi.
Dengan kombinasi strategi tersebut, margin kotor Blue Bird diproyeksikan meningkat menjadi 33,6 persen. Bahkan, kontribusi laba kotor dari lini non-taksi diperkirakan naik hingga 36 persen pada 2025.
Bisnis Taksi Tetap Solid
Meski fokus ekspansi diarahkan ke non-taksi, Blue Bird tidak meninggalkan bisnis intinya. Layanan taksi konvensional masih menjadi tulang punggung dengan proyeksi pendapatan sebesar Rp3,96 triliun pada 2025, tumbuh 10,7 persen YoY.
Kenaikan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor musiman, seperti meningkatnya kebutuhan transportasi pada musim hujan dan bertambahnya jumlah hari kerja. Selain itu, berkurangnya insentif dari platform ride-hailing turut mendukung kenaikan permintaan terhadap taksi konvensional.
Dalam dua tahun terakhir, bisnis taksi Blue Bird mencatat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 13,3 persen. Ke depan, ekspansi kemitraan korporasi diproyeksikan mampu menyumbang lebih dari 28 persen pendapatan perusahaan pada 2026.
Kinerja Keuangan yang Kokoh
Pada kuartal II-2025, Blue Bird membukukan pendapatan Rp1,37 triliun. Angka ini naik 5,1 persen secara kuartalan dan 13,3 persen secara tahunan. Peningkatan terutama ditopang oleh kinerja Cititrans, yang menjadi salah satu pilar utama ekspansi non-taksi.
Secara keseluruhan, pendapatan tahun 2025 diproyeksikan mencapai Rp5,9 triliun. Artinya, ada kenaikan 16,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan ini didukung oleh efisiensi operasional serta strategi penjualan kembali armada yang sudah habis masa pakainya.
Blue Bird juga mencatat laba operasi Rp194 miliar dengan margin 14,2 persen, serta laba bersih Rp170 miliar dengan margin 12,6 persen pada semester I-2025. Data ini menunjukkan pondasi keuangan yang sehat untuk menopang strategi transformasi jangka panjang.
Prospek Saham Menarik
Dari sisi pasar modal, saham Blue Bird masih dinilai memiliki prospek cerah. Samuel Sekuritas mempertahankan rekomendasi BUY untuk saham BIRD dengan target harga Rp2.900 per saham. Target ini mencerminkan potensi kenaikan hingga 63,8 persen dibanding harga saat ini.
“Valuasi P/E yang menarik di 5,3 kali, 55 persen lebih rendah dari rata-rata industri ditambah pertumbuhan EPS yang solid sebesar 19,9 persen, imbal hasil dividen 8 persen, serta valuasi EV per taksi yang rendah di kisaran USD14 ribu semakin memperkuat daya tarik saham ini,” tulis analis Samuel Sekuritas, Jason Sebastian, dalam risetnya.
Faktor Risiko yang Perlu Dicermati
Meski peluang pertumbuhan terlihat menjanjikan, sejumlah risiko tetap harus diwaspadai investor. Potensi penurunan jumlah penumpang menjadi salah satu tantangan yang perlu dicermati, terutama jika platform ride-hailing kembali menggunakan strategi bakar uang.
Selain itu, kenaikan harga bahan bakar dapat memberikan tekanan terhadap margin keuntungan. Oleh karena itu, meski prospek saham BIRD terlihat kuat, investor disarankan tetap memperhatikan faktor eksternal yang berpotensi memengaruhi kinerja perusahaan.
Transformasi untuk Masa Depan
Strategi diversifikasi Blue Bird ke segmen non-taksi sekaligus menunjukkan arah transformasi perusahaan menuju bisnis transportasi yang lebih luas dan berkelanjutan.
Dengan dukungan armada listrik, layanan premium, dan digitalisasi, Blue Bird berupaya menjawab kebutuhan pasar modern sekaligus menjaga posisi sebagai pemimpin di industri transportasi darat.
Bisnis taksi konvensional yang tetap kokoh memberi kepastian arus kas, sementara lini non-taksi membuka jalan bagi pertumbuhan margin lebih tinggi. Kombinasi keduanya diyakini mampu menjaga stabilitas dan keberlanjutan bisnis jangka panjang.
Optimisme Pertumbuhan
Keberhasilan menjaga pertumbuhan ganda, baik dari bisnis inti taksi maupun diversifikasi non-taksi, menjadi bukti kemampuan Blue Bird dalam beradaptasi dengan dinamika industri transportasi.
Dari sisi keuangan yang solid hingga prospek saham yang menarik, perusahaan ini terus memperlihatkan optimisme pertumbuhan berkelanjutan.
Dengan strategi terukur, ekspansi yang konsisten, serta pengelolaan risiko yang cermat, Blue Bird berpotensi tetap menjadi salah satu pemain transportasi publik dan layanan mobilitas terdepan di Indonesia.