JAKARTA - Perkembangan teknologi digital khususnya media sosial telah membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat.
Media sosial memungkinkan komunikasi yang mudah, informasi yang cepat, dan hiburan yang beragam.
Namun, kemudahan ini tidak lepas dari dampak negatif yang mengintai, seperti ketergantungan atau adiksi media sosial yang semakin meluas, terutama pada generasi muda.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, menyampaikan bahwa budaya memiliki peran penting sebagai benteng dalam menghadapi masalah adiksi media sosial.
Hal ini diungkapkannya saat memberikan sambutan dalam Pagelaran Seni Mangkunegaran Natyapura pada Sabtu malam, 4 Oktober 2025, di Dalem Prangwedanan Mangkunegaran Solo.
“Kita tidak menutup mata banyak hal positif dari media sosial dan teknologi. Namun banyak juga hal negatif, jadi kita justru bergantung betul pada budaya agar digitalisasi ini bisa membawa manfaat luar biasa,” ujar Meutya Hafid.
Bahaya Media Sosial yang Perlu Diwaspadai
Menurut Meutya Hafid, berbagai masalah negatif yang muncul di media sosial sudah nyata dan terjadi di depan mata, seperti judi online, pornografi, dan perundungan (bullying).
Ia mengibaratkan regulasi sebagai peran orang tua yang melarang anak-anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor karena menyadari risiko bahaya yang ada.
Regulasi dan pengawasan ini sangat penting agar masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, terlindungi dari dampak buruk media sosial.
Meutya menegaskan bahwa penanganan masalah ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah, melainkan harus ada kerja sama atau gotong royong dari berbagai pihak.
Peran Gotong Royong Semua Pihak
Menteri Komunikasi dan Digital menekankan pentingnya kolaborasi berbagai lembaga dan institusi.
“Diperlukan gotong royong dari berbagai pihak, termasuk institusi pendidikan, Kemendagri, Kementerian Agama, hingga Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak. Serta peran penting keluarga. Kalau anak-anaknya memakai HP, Bapak Ibu tolong diawasi dari belakang, dari tengah, dan juga dari depan,” ujarnya.
Pengawasan yang dilakukan secara menyeluruh ini diharapkan mampu mencegah anak-anak terjerumus dalam konten negatif dan mengurangi risiko kecanduan media sosial. Peran keluarga terutama sangat vital karena orang tua adalah figur utama yang memberikan contoh dan pengawasan.
Filosofi Jawa dan Peran Orang Tua
Meutya Hafid juga mengingatkan orang tua agar menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam penggunaan teknologi.
Ia mengutip filosofi Jawa yang terkenal, “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani,” yang mengandung makna bahwa orang tua harus memberikan contoh yang baik, membangun motivasi, dan mendukung anak dari belakang.
Dengan membatasi penggunaan ponsel sendiri, terutama saat waktu keluarga, orang tua bisa mengajarkan kebiasaan digital yang sehat. Kebiasaan ini juga menjadi cara efektif agar anak tidak hanya meniru pola penggunaan gadget yang berlebihan.
Tugas Platform Media Sosial
Selain peran orang tua dan pemerintah, Meutya juga memberikan perhatian khusus pada platform media sosial besar seperti Instagram dan TikTok.
Ia menugaskan platform tersebut untuk lebih proaktif dalam mengidentifikasi akun-akun anak-anak yang “pura-pura dewasa” atau berperilaku seperti orang dewasa di dunia maya.
Langkah ini penting agar anak-anak tidak terpapar konten yang tidak sesuai usia dan dapat tumbuh dalam lingkungan digital yang aman, sehat, dan penuh kasih sayang. Pengelolaan akun yang ketat diharapkan menjadi bagian dari upaya pencegahan adiksi dan dampak negatif lainnya.
Pentingnya Budaya dalam Membentuk Karakter
Dalam konteks ini, pagelaran seni budaya yang digelar di Mangkunegaran menjadi sangat relevan. Mangkunagoro X, yang hadir pada acara tersebut, menegaskan bahwa Mangkunegaran bukan hanya tempat seni, tetapi rumah budaya yang mengajarkan nilai-nilai luhur seperti kebijaksanaan dan kebersamaan.
“Nilai-nilai inilah Bapak Ibu yang menjadi bekal bagi anak-anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan berkarakter. Kegiatan budaya yang ramah anak dapat memberikan ruang belajar yang menyenangkan,” ujarnya.
Penguatan nilai budaya dapat membantu generasi muda memiliki bekal mental dan karakter yang kuat, sehingga mampu menghadapi tantangan zaman digital yang penuh dengan godaan dan risiko.
Sinergi Budaya, Keluarga, dan Regulasi
Menghadapi masalah adiksi media sosial bukanlah tugas mudah dan harus dilakukan secara menyeluruh. Meutya Hafid menekankan bahwa sinergi antara budaya yang kuat, peran aktif keluarga, serta regulasi yang tepat sangat penting untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat.
Budaya berfungsi sebagai penangkal alami, memberikan nilai moral dan etika yang mendorong perilaku positif. Keluarga sebagai lingkungan pertama yang membentuk kebiasaan dan karakter, serta regulasi sebagai aturan yang melindungi dan mengawasi, harus berjalan beriringan.
Harapan untuk Masa Depan Digital yang Sehat
Di tengah pesatnya digitalisasi dan perkembangan teknologi, kehadiran media sosial akan terus meningkat dan memengaruhi kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, upaya mencegah adiksi media sosial dengan pendekatan budaya dan pengawasan keluarga sangatlah penting.
Dengan membangun kesadaran dan kerja sama semua pihak, diharapkan generasi muda dapat memanfaatkan media sosial secara positif dan bijak, sehingga teknologi dapat benar-benar membawa manfaat luar biasa tanpa menimbulkan dampak negatif yang merugikan.