JAKARTA - Krisis yang melanda tambang PT Freeport Indonesia (PTFI) di Papua Tengah membuat harga tembaga melonjak tajam, hampir menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa.
Penutupan sementara tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) memicu kekhawatiran gangguan pasokan global, sehingga kontrak berjangka tembaga di London Metal Exchange naik 2,14% menjadi US$10.715 per ton, mendekati angka tertinggi Mei 2025 sebesar US$10.954 per ton.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menegaskan bahwa kenaikan harga ini erat kaitannya dengan penghentian operasi PTFI akibat longsor yang menimpa tambang GBC.
“Produksi diperkirakan akan kembali normal di kuartal pertama 2026, estimasi 1% dari pasokan global terganggu, sehingga harga diperkirakan naik 5%-10%,” ujar Lukman kepada Bisnis. Insiden tersebut terjadi pada 8 September 2025, menewaskan tujuh pekerja di lokasi.
Freeport-McMoRan Inc (FCX), induk PTFI, memperkirakan pemulihan penuh operasi GBC baru dapat tercapai pada 2027. Mereka menyebut, dampak insiden akan menunda produksi secara signifikan dalam jangka pendek, termasuk kuartal IV/2025 dan sepanjang 2026, seiring perbaikan dan pemulihan bertahap. “Pemulihan ke tingkat produksi sebelum insiden berpotensi tercapai pada 2027,” tulis FCX melalui keterangan resmi.
Sementara itu, PTFI menyatakan bahwa tambang Big Gossan dan Deep MLZ yang tidak terdampak akan memulai kembali operasinya pada pertengahan kuartal IV/2025. Restart bertahap GBC diperkirakan dimulai semester I/2026. Pada paruh pertama 2026, pemulihan bertahap akan meliputi tiga blok produksi: PB2, PB3, dan PB1S. Blok PB1C diharapkan pulih pada 2027, sesuai target untuk mengembalikan produksi ke level sebelum insiden.
Dalam skenario pemulihan bertahap, produksi PTFI pada 2026 diperkirakan turun sekitar 35% dibanding estimasi sebelum insiden. Estimasi sebelumnya mencapai 1,7 miliar pound tembaga dan 1,6 juta ounce emas. FCX memperingatkan bahwa insiden longsor ini berpotensi menurunkan penjualan tembaga dan emas pada kuartal IV/2025, padahal sebelumnya diperkirakan masing-masing mencapai 445 juta pound dan 345.000 ounce.
“PTFI akan mengoptimalkan rencana produksi seiring evaluasi lanjutan. Proyek-proyek modal akan ditinjau dan dikelola untuk memprioritaskan sumber daya yang dibutuhkan dalam pemulihan produksi yang aman,” kata FCX.
Pakar pertambangan mengingatkan bahwa penghentian sementara operasi GBC akan berdampak pada pasokan global dan menekan harga tembaga. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar, menjelaskan, “Dampaknya secara global akan mengurangi pasokan tembaga di pasar global padahal permintaan terus meningkat sehingga ini akan memicu peningkatan harga komoditas tembaga.”
Harga tembaga yang melonjak pada perdagangan pagi ini menjadi US$10.715 per ton, hampir menyamai rekor US$11.104,50 pada Mei 2024. Bisman menilai kenaikan harga akan berlanjut karena tambang Grasberg tidak dapat pulih dengan cepat. Produksi kemungkinan masih dihentikan atau berjalan lambat. “Jadi harga komoditas tembaga di pasar akan terus tinggi karena permintaan pasar tidak mampu diimbangi pasokan,” imbuhnya.
Kondisi ini mendorong pelaku usaha yang menggunakan tembaga untuk meninjau ulang kebutuhan bahan baku, karena akan memengaruhi biaya produksi. Bisman menyarankan industri pengguna tembaga untuk mencari alternatif pasokan atau mengamankan bahan baku melalui kontrak jangka panjang. “Industri turunan juga akan berdampak, terutama elektronik, otomotif, listrik, termasuk juga energi terbarukan [EBT],” ujarnya.
Di sisi lain, pencarian korban longsor GBC selama 27 hari membuahkan hasil. Tim Penyelamat PTFI bersama Kementerian ESDM, Polres Mimika, Basarnas, dan BPBD berhasil mengevakuasi lima rekan kerja yang meninggal dunia pada Minggu, 5 Oktober 2025.
Sebelumnya, dua korban telah ditemukan pada 20 September 2025. Identifikasi korban tahap akhir adalah: Zaverius Magai, Holong Gembira Silaban, Dadang Hermanto, Balisang Telile, dan Victor Bastida Ballesteros. Jenazah akan dibawa ke Jakarta kecuali Zaverius Magai yang dimakamkan di Kuala Kencana, Timika.
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, menyampaikan duka mendalam atas kehilangan rekan kerja. “Mereka adalah sahabat dan bagian dari keluarga besar Freeport Indonesia. Kehilangan ini membawa duka yang mendalam bagi kita semua.
Atas nama pribadi dan perusahaan, saya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga yang telah berada di Tembagapura sejak 14 September 2025. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi kekuatan dan ketabahan bagi kita semua,” ujarnya. Ia juga mengapresiasi Tim Penyelamat yang bekerja siang-malam di kondisi menantang, mengingat volume material basah mencapai 800 ribu ton. “Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan tenaga, pikiran, dan doa,” imbuh Tony.
PTFI memastikan pendampingan penuh bagi keluarga korban dan penanganan jenazah dengan penuh hormat. Sementara itu, tekanan pada harga tembaga global tetap menjadi perhatian utama pelaku pasar dan industri pengguna, yang harus menyesuaikan strategi pasokan di tengah ketidakpastian produksi Freeport.