JAKARTA - Fenomena suara dentuman keras yang disertai kemunculan bola api di langit Cirebon, Jawa Barat, pada Minggu, 5 Oktober 2025 malam, menarik perhatian banyak pihak.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Kertajati segera menindaklanjuti laporan warga dengan melakukan pengumpulan data awal untuk memastikan sumber kejadian tersebut.
Kepala Tim Kerja Prakiraan, Data, dan Informasi BMKG Kertajati, Muhammad Syifaul Fuad, menjelaskan bahwa pihaknya tengah melakukan pengumpulan data terkait fenomena yang disebut-sebut menyerupai meteor itu. Ia menuturkan, dari perspektif meteorologi, suara dentuman bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti sambaran petir, aktivitas gempa bumi, hingga longsor.
Namun, menurutnya, kondisi cuaca di wilayah Cirebon saat kejadian dalam keadaan cerah berawan, sehingga kemungkinan adanya aktivitas petir bisa dikesampingkan.
“Biasanya suara ledakan atau getaran bisa muncul dari awan konvektif akibat sambaran petir. Berdasarkan citra satelit, tidak ada indikasi awan konvektif di sekitar wilayah Cirebon saat kejadian,” ujar Fuad,.
Fuad menambahkan, hingga saat ini BMKG belum mencatat adanya aktivitas cuaca ekstrem atau fenomena meteorologis yang signifikan di wilayah tersebut. Selain itu, hasil pantauan alat seismograf juga tidak menunjukkan adanya getaran yang menandakan gempa bumi di sekitar Cirebon pada waktu kejadian. Dengan demikian, sumber suara dentuman dan cahaya terang di langit masih belum dapat dipastikan.
Menurut Fuad, fenomena seperti meteor atau benda langit lainnya bukan merupakan ranah kerja BMKG secara langsung. “Terkait fenomena meteor atau benda antariksa merupakan kewenangan lembaga yang membidanginya seperti BRIN,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa BMKG tidak memiliki instrumen khusus untuk mendeteksi pergerakan meteor atau benda antariksa yang masuk ke atmosfer bumi.
Meski demikian, BMKG tetap berkoordinasi dengan lembaga lain serta memantau laporan dari berbagai sumber, termasuk dari masyarakat, guna mengumpulkan sebanyak mungkin informasi mengenai peristiwa yang terjadi. Langkah ini diambil agar penelusuran penyebab fenomena dapat dilakukan dengan lebih akurat.
Fuad juga menyampaikan bahwa pihaknya terus berkomunikasi dengan lembaga terkait, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang memiliki kewenangan dan peralatan untuk meneliti fenomena antariksa. Koordinasi ini diharapkan dapat membantu memperjelas apakah peristiwa tersebut benar merupakan meteor atau ada penyebab lain di luar faktor atmosfer.
Sementara itu, dari laporan yang dihimpun, kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 19.00 WIB di beberapa kecamatan di bagian timur Cirebon, terutama di kawasan Lemahabang. Sejumlah warga mengaku mendengar suara dentuman keras dan melihat bola api melintas cepat di langit sebelum akhirnya menghilang di kejauhan.
Salah satu warga Lemahabang, seperti dilaporkan oleh berbagai media lokal, mengatakan bahwa cahaya tersebut tampak sangat terang dan hanya berlangsung beberapa detik. Setelahnya, terdengar suara keras menyerupai ledakan dari arah yang sama. Fenomena itu sontak membuat warga sekitar heboh dan berusaha mencari tahu sumber suara tersebut.
Beberapa warga lainnya juga menyebutkan bahwa setelah suara dentuman terdengar, tidak ada tanda-tanda gempa atau getaran di tanah, sehingga banyak yang meyakini bahwa penyebabnya berasal dari langit. Fenomena ini pun ramai diperbincangkan di media sosial, dengan banyak netizen menduga bahwa bola api tersebut merupakan meteor yang memasuki atmosfer bumi.
BMKG memastikan akan terus melakukan pemantauan lanjutan untuk memastikan apakah ada data tambahan dari citra satelit atau sensor atmosfer yang bisa membantu menjelaskan kejadian itu. “Kami masih menunggu hasil analisis lebih lanjut dari lembaga terkait. Jika memang berasal dari meteor, tentu akan ada catatan atau data tertentu yang bisa diverifikasi,” kata Fuad.
Ia juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menafsirkan fenomena alam semacam ini. Menurutnya, tidak semua cahaya terang di langit atau suara dentuman otomatis berasal dari benda antariksa. Dalam beberapa kasus, peristiwa serupa bisa juga disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti uji coba alat atau ledakan di atmosfer akibat benda buatan.
“Untuk saat ini, kami hanya bisa memastikan bahwa dari sisi meteorologi dan seismologi, tidak ada anomali cuaca ataupun aktivitas gempa yang terjadi di sekitar waktu dan lokasi kejadian,” tutup Fuad.
Fenomena alam di Cirebon ini bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah wilayah di Tanah Air juga pernah melaporkan peristiwa serupa yang belakangan dikonfirmasi sebagai meteor kecil yang terbakar di atmosfer. Kendati demikian, peristiwa seperti itu biasanya tidak berbahaya karena sebagian besar benda langit tersebut hancur sebelum mencapai permukaan bumi.
Dengan terus dilakukannya pemantauan oleh BMKG dan koordinasi dengan BRIN, diharapkan penyebab pasti dari fenomena suara dentuman dan bola api di langit Cirebon dapat segera terungkap. Hingga saat ini, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan menunggu hasil resmi dari lembaga berwenang.