Panas Bumi

Pertamina Targetkan Indonesia Jadi Pemimpin Panas Bumi Dunia 2029

Pertamina Targetkan Indonesia Jadi Pemimpin Panas Bumi Dunia 2029
Pertamina Targetkan Indonesia Jadi Pemimpin Panas Bumi Dunia 2029

JAKARTA - Upaya Indonesia menuju kemandirian energi bersih terus menunjukkan perkembangan signifikan.

PT Pertamina (Persero) menegaskan ambisinya menjadikan Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia dalam pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) pada tahun 2029.

Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan bahwa saat ini kapasitas pembangkit panas bumi Indonesia telah berada di posisi kedua terbesar di dunia, tepat di bawah Amerika Serikat (AS). Dalam beberapa tahun ke depan, Pertamina menargetkan peningkatan kapasitas agar Indonesia dapat naik ke posisi puncak dan menjadi raja panas bumi dunia.

“Sudah menjadi komitmen bersama Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dari Kementerian ESDM, kemungkinan 2029 kita akan tingkatkan, dan kita berharap supaya install capacity pada 2029 akan menjadi nomor 1 di dunia,” ujar Simon.

Menuju Energi Bersih Berbasis Panas Bumi

Langkah Pertamina ini sejalan dengan arah kebijakan nasional untuk memperkuat bauran energi dari sumber terbarukan. Energi panas bumi menjadi salah satu fokus utama karena potensinya yang besar dan sifatnya yang ramah lingkungan.

Sebagai negara yang berada di atas cincin api dunia (ring of fire), Indonesia memiliki cadangan panas bumi yang melimpah. Pemanfaatan sumber daya ini dinilai mampu memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Simon menegaskan, pengembangan energi panas bumi bukan hanya bagian dari strategi bisnis, tetapi juga bentuk tanggung jawab Pertamina dalam mendukung target net zero emission pemerintah.

“Peningkatan kapasitas PLTP akan berjalan beriringan dengan komitmen dekarbonisasi nasional. Ini bukan hanya tentang energi, tapi tentang masa depan lingkungan,” ujarnya.

Dorong Pengembangan Energi Rendah Karbon

Selain fokus pada energi panas bumi, Pertamina juga memperluas portofolio bisnisnya di sektor energi rendah karbon (low carbon business). Perusahaan pelat merah ini aktif mengembangkan berbagai sumber energi alternatif, seperti biofuel dan etanol, untuk mendukung transisi menuju energi hijau.

Simon menjelaskan bahwa salah satu langkah nyata Pertamina adalah meluncurkan produk Pertamax Green 95, bahan bakar yang mengandung campuran 95 persen bensin dan 5 persen etanol. Produk ini menjadi bagian dari upaya memperkenalkan bioetanol sebagai komponen bahan bakar ramah lingkungan.

“Untuk peningkatan low carbon business, yang pertama adalah mendorong ekosistem biofuel. Kita sudah menjalankan program B40, dan tahun depan sesuai arahan Pak Menteri akan naik ke E10 (Etanol 10 persen). Saat ini kami sudah punya produk E5, yaitu Pertamax Green 95, yang 5 persennya merupakan etanol,” kata Simon.

Upaya ini menunjukkan keseriusan Pertamina dalam membangun ekosistem energi hijau di Indonesia. Setelah sukses dengan program B40 (biodiesel dengan campuran 40 persen minyak sawit), pemerintah dan Pertamina kini menyiapkan B50 sebagai tahap berikutnya, di mana proporsi bahan bakar nabati akan ditingkatkan hingga 50 persen.

Inovasi Teknologi: Carbon Capture and Storage (CCS)

Selain mengembangkan biofuel dan panas bumi, Pertamina juga aktif mendorong penerapan teknologi inovatif yang mampu mengurangi emisi karbon. Salah satunya adalah Carbon Capture and Storage (CCS) — teknologi yang berfungsi untuk menangkap dan menyimpan emisi karbon dioksida (CO₂) dari sumber-sumber besar seperti pembangkit listrik dan pabrik industri.

Simon menjelaskan bahwa CCS menjadi salah satu fokus utama dalam strategi dekarbonisasi Pertamina. Teknologi ini tidak hanya membantu perusahaan mengurangi jejak emisi, tetapi juga membuka peluang baru dalam pemanfaatan kembali karbon untuk kegiatan industri berkelanjutan.

“Di samping itu, banyak juga teknologi carbon capture dan inisiatif lainnya yang kita yakin harus berjalan selaras agar bisa align dengan misi, tugas, dan arahan pemerintah, khususnya lewat Kementerian ESDM,” ujar Simon.

Penerapan CCS menjadi langkah strategis karena mampu menyeimbangkan kebutuhan energi dengan perlindungan lingkungan. Teknologi ini juga menegaskan peran Pertamina dalam mendukung agenda transisi energi yang berkeadilan dan inklusif.

Sinergi Pemerintah dan Pertamina

Transformasi energi bersih ini tidak dapat berjalan tanpa kolaborasi yang kuat antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta. Simon menekankan bahwa semua inisiatif Pertamina selalu mengacu pada arahan dan kebijakan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kerja sama ini menjadi kunci dalam mempercepat pencapaian target energi terbarukan nasional, sekaligus menjadikan Indonesia pemain utama dalam pasar energi hijau global.

Kementerian ESDM sendiri melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) terus mendorong peningkatan investasi dan inovasi di bidang panas bumi, bioenergi, serta energi bersih lainnya.

Dengan dukungan pemerintah, Pertamina optimistis dapat mencapai target peningkatan kapasitas terpasang PLTP hingga menjadi nomor satu di dunia pada 2029, menggantikan posisi Amerika Serikat saat ini.

Transformasi Energi untuk Kemandirian Nasional

Langkah Pertamina dalam mengembangkan energi panas bumi dan biofuel merupakan bagian dari visi besar menuju kemandirian energi nasional berbasis keberlanjutan.

Pemerintah menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada 2025, dan Pertamina menjadi salah satu aktor penting dalam mewujudkan target tersebut. Melalui investasi di bidang panas bumi, biofuel, dan CCS, Pertamina tidak hanya berperan sebagai penyedia energi, tetapi juga sebagai penggerak utama transisi energi hijau Indonesia.

“Pemerintah, regulator, dan pelaku usaha harus berjalan seirama. Kita ingin memastikan setiap langkah menuju energi bersih ini selaras dengan arah pembangunan berkelanjutan,” tutur Simon menegaskan.

Menuju 2029: Indonesia di Puncak Energi Dunia

Ambisi Pertamina menjadikan Indonesia sebagai pemimpin global dalam sektor panas bumi bukan sekadar rencana jangka panjang, melainkan komitmen nyata yang sedang dijalankan.

Dengan proyek-proyek panas bumi yang tersebar di berbagai wilayah — dari Sumatera hingga Sulawesi — dan dukungan teknologi terkini, Indonesia berada di jalur yang tepat menuju posisi puncak dunia dalam pembangkit listrik tenaga panas bumi.

Selain mendukung ketahanan energi nasional, keberhasilan ini juga akan memperkuat reputasi Indonesia di kancah global sebagai negara yang berhasil mengelola sumber daya alamnya secara berkelanjutan.

Melalui pengembangan panas bumi, biofuel, dan teknologi penangkapan karbon, Pertamina berkomitmen menjadikan Indonesia pionir energi hijau dunia pada 2029. Inisiatif ini tidak hanya mendukung target nasional menuju net zero emission, tetapi juga membawa Indonesia menuju era baru sebagai raja energi bersih dunia, sekaligus simbol keberhasilan transformasi ekonomi berkelanjutan di Asia Tenggara.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index